Dari Jantung Hutan Meratus, Dua Spesies Katak Bertaring Ditemukan: Keajaiban Alam Kalimantan yang Baru Terungkap
Kalimantan kembali menyuguhkan kejutan dari kedalaman hutannya. Dua spesies katak baru berhasil ditemukan di Pegunungan Meratus—sebuah bentang alam yang kaya akan keanekaragaman hayati namun masih kurang dijelajahi secara ilmiah. Temuan ini tidak hanya menambah daftar panjang kekayaan fauna Indonesia, tetapi juga mempertegas pentingnya konservasi wilayah yang menjadi rumah bagi banyak spesies endemik.
Dua spesies yang dimaksud adalah Limnonectes maanyanorum dan Limnonectes nusantara, katak dari famili Dicroglossidae yang dikenal memiliki ciri khas unik: gigi taring di rahang bawah jantannya. Para peneliti menyebut mereka sebagai “katak bertaring”, sebuah adaptasi evolusioner yang jarang ditemukan pada amfibi lain.
Penemuan yang Bermula dari Survei Lapangan
Penemuan luar biasa ini merupakan hasil dari kerja sama antara peneliti Indonesia dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) dengan ilmuwan dari Jepang dan universitas lokal di Kalimantan. Survei dilakukan di dua wilayah berbeda: Gunung Karasik di Kalimantan Tengah, dan kawasan Loksado serta Paramasan di Kalimantan Selatan.
Di tengah lebatnya hutan tropis, para peneliti berhasil mengamati, menangkap, dan mengidentifikasi dua jenis katak yang sebelumnya dikira bagian dari spesies Limnonectes kuhlii. Namun, lewat analisis morfologi dan genetika, ternyata kedua katak ini merupakan spesies yang benar-benar baru bagi dunia sains.
Nama Lokal dan Filosofinya
Menariknya, masyarakat lokal sudah mengenal kedua spesies ini sejak lama. Di Kalimantan Tengah, katak ini disebut Senteleng Watu atau “katak batu” karena kemampuannya berkamuflase di antara bebatuan hutan. Sementara di Kalimantan Selatan, masyarakat Dayak Meratus menyebutnya Lampinik, nama yang diturunkan secara turun-temurun.
Dalam pemberian nama ilmiah, para peneliti tak lupa menghormati budaya lokal. Spesies pertama dinamakan Limnonectes maanyanorum, sebagai penghargaan kepada suku Dayak Maanyan. Sementara yang kedua dinamakan Limnonectes nusantara, untuk merepresentasikan semangat kebhinekaan Indonesia sekaligus penanda pentingnya Kalimantan sebagai pusat baru pembangunan nasional.
Katak Bertaring: Unik dan Langka
Yang membuat kedua katak ini menonjol adalah keberadaan taring tulang di rahang bawah jantan dewasa. Taring ini bukan untuk berburu, melainkan digunakan saat berkompetisi dengan jantan lain dalam memperebutkan betina, sebuah perilaku unik dalam dunia amfibi.
Secara fisik, keduanya memiliki tubuh berukuran sedang, kulit kasar berbintil, dan jari-jari kaki yang berselaput—tanda bahwa mereka hidup di daerah lembap dekat aliran sungai. Perbedaan pola warna, ukuran tubuh, serta struktur genetika membedakan mereka secara jelas dari spesies katak lainnya.
Makna Penting bagi Konservasi
Penemuan ini datang di saat yang krusial. Pegunungan Meratus saat ini berada dalam tekanan serius akibat ekspansi industri ekstraktif seperti tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit. Habitat alami bagi satwa liar semakin menyempit, dan spesies-spesies endemik seperti katak ini sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan.
“Temuan ini menjadi pengingat bahwa kita belum sepenuhnya memahami kekayaan hayati yang dimiliki Kalimantan,” ujar Prof. Amir Hamidy, herpetolog BRIN yang terlibat dalam riset ini. Ia menegaskan pentingnya perlindungan wilayah-wilayah bernilai ekologis tinggi seperti Meratus.
Suara Masyarakat Adat
Selain kekayaan biologis, Meratus juga merupakan rumah bagi masyarakat adat Dayak Meratus. Mereka telah menjaga hutan secara turun-temurun melalui sistem hukum adat dan pengetahuan lokal. Penemuan ini menjadi bukti bahwa pelestarian budaya lokal berjalan beriringan dengan pelestarian alam.
“Kalau hutan kami rusak, tidak hanya hewan yang hilang, tapi juga kehidupan kami,” ungkap salah satu tokoh adat di Loksado. Warga setempat kini berharap penemuan katak ini dapat mendorong pengakuan kawasan Meratus sebagai wilayah konservasi yang dikelola bersama masyarakat adat.
Menatap Masa Depan
Penemuan dua spesies baru ini menyiratkan bahwa masih banyak rahasia yang tersembunyi di hutan-hutan Kalimantan. Ia juga menjadi penegasan bahwa eksplorasi ilmiah, bila dilakukan secara etis dan kolaboratif, mampu memberikan manfaat besar bagi ilmu pengetahuan, konservasi, dan masyarakat lokal.
Dari katak kecil di dasar sungai Meratus, kita diajak melihat bahwa setiap makhluk, sekecil apa pun, punya peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dan selama masih ada hutan yang lestari, masih ada harapan untuk menemukan keajaiban-keajaiban baru dari alam Indonesia.