Samarinda – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa Kalimantan menyumbang sekitar 70 persen pasokan batu bara nasional, menjadikannya sebagai tulang punggung energi Indonesia. Karena itu, pemerintah menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya ini secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
“Kalimantan telah menjadi pusat utama penyedia energi berbasis batu bara bagi Indonesia. Oleh karena itu, sudah seharusnya para pengelola bersyukur atas anugerah ini dan mengelolanya dengan cara yang bertanggung jawab dan ramah terhadap lingkungan,” ujar Siti Sumilah Rita Susilawati, Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, dalam kegiatan kunjungan kerja Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) di Samarinda, Rabu (9/7/2025).
Kontribusi Signifikan Batu Bara dalam Energi Nasional
Menurut Siti, hingga tahun 2024, batu bara memberikan kontribusi sebesar 40,56 persen dalam bauran energi nasional. Ini menunjukkan bahwa hingga saat ini, peran batu bara masih sangat dominan dalam memenuhi kebutuhan energi nasional, terutama untuk pembangkit listrik.
“Sebagian besar masyarakat kita masih sangat bergantung pada listrik yang bersumber dari batu bara. Sekitar 50 hingga 60 persen pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan batu bara, dan sebagian besar dari pasokan itu berasal dari Kalimantan,” jelasnya.
Ia juga memberikan ilustrasi sederhana tentang betapa pentingnya listrik dalam kehidupan sehari-hari. “Coba bayangkan jika tidak ada batu bara dan tiba-tiba listrik padam saat acara berlangsung. Aktivitas akan terganggu, komputer tidak bisa diakses, handphone tidak bisa digunakan. Maka dari itu, keberadaan batu bara tak bisa kita remehkan.”
Target dan Capaian Produksi Nasional
Pada tahun 2024, Indonesia menargetkan produksi batu bara sebanyak 710 juta ton, namun realisasinya mencapai 836,1 juta ton, atau 117,76 persen dari target yang ditetapkan. Total nilai produksi tersebut mencapai USD 37,773 miliar.
Sementara untuk tahun 2025, target produksi dinaikkan menjadi 739,674 juta ton. Hingga Mei 2025, realisasi produksi telah mencapai 357,6 juta ton, dengan nilai sementara sebesar USD 12,350 miliar.
Data ini menunjukkan bahwa produksi batu bara nasional terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun demikian, peningkatan tersebut tidak boleh hanya dilihat dari sisi volume dan nilai ekonomi, tetapi juga harus dibarengi dengan komitmen kuat terhadap prinsip keberlanjutan dan pelestarian lingkungan.
Peran dalam Ekonomi dan Penerimaan Negara
Siti menekankan bahwa kontribusi sektor batu bara tidak hanya penting bagi ketahanan energi, tetapi juga sangat signifikan dalam menyokong perekonomian nasional. Pada tahun 2024, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batubara mencapai Rp140,460 triliun, atau 123,75 persen dari target, yang setara dengan 52 persen dari total PNBP Kementerian ESDM.
“Angka ini menunjukkan bahwa sektor minerba bukan sekadar penyumbang pendapatan biasa. Ia menjadi penopang nyata bagi perekonomian nasional. Maka dari itu, dalam konteks visi Indonesia Emas 2045, batu bara tetap memiliki peran strategis,” ungkapnya.
Namun, ia juga mengingatkan agar potensi ekonomi ini tidak mengabaikan aspek sosial dan lingkungan. “Manfaat ekonomi yang besar ini tidak boleh dicapai dengan mengorbankan kelestarian alam dan kehidupan masyarakat sekitar. Prinsip good mining practice dan keberlanjutan harus dipegang teguh.”
Tantangan dan Harapan ke Depan
Di tengah peningkatan produksi dan kontribusi terhadap penerimaan negara, sektor batu bara menghadapi sejumlah tantangan. Fluktuasi harga global, tekanan transisi energi, serta tuntutan pengelolaan lingkungan yang semakin ketat menjadi isu yang tak bisa dihindari.
Kementerian ESDM mendorong semua pelaku industri untuk melakukan inovasi, memperhatikan standar lingkungan, dan mulai membuka jalan ke arah hilirisasi batu bara. Salah satunya melalui pengembangan gasifikasi batu bara, produksi DME, serta dukungan terhadap pembangkit listrik ramah lingkungan melalui skema co-firing.
“Ke depan, kita tidak bisa hanya bergantung pada ekspor batu bara mentah. Kita harus bisa mengolah sumber daya ini agar memberikan nilai tambah yang lebih besar, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Kalimantan berpotensi menjadi pusat hilirisasi energi nasional jika dikelola dengan bijak,” pungkas Siti.