Sebuah upaya strategis untuk memperkuat tata kelola ekosistem hutan, lahan, serta ketahanan iklim di Kalimantan Barat akan dimulai pada 2025 dan berlangsung hingga 2032. Inisiatif ini diwujudkan melalui proyek bertajuk “Aksi Adaptasi dan Mitigasi Berbasis Lahan dengan Pendekatan Yurisdiksi di Provinsi Kalimantan Barat.”
Dalam pernyataannya pada Sabtu, Direktur Green Climate Fund untuk Wilayah Asia dan Pasifik, Hemant Mandal, menegaskan bahwa proyek ini merupakan contoh baik dari sinergi lintas sektor dalam mengelola lanskap hutan secara terpadu demi mitigasi dan adaptasi terhadap krisis iklim.
Lebih jauh, proyek ini juga menonjol dalam hal penerapan prinsip inklusif, terutama dalam melibatkan masyarakat adat dan komunitas lokal yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
Melalui pendekatan multipihak, proyek ini bertujuan untuk menekan laju deforestasi, merehabilitasi lahan rusak, serta memperkuat daya tahan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim. Proyek ini berfokus di lima kabupaten, yakni Kubu Raya, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, dan Ketapang, dimulai dari tingkat kabupaten melalui penguatan tata kelola terintegrasi.
Secara umum, inisiatif ini mendorong implementasi aksi mitigasi dan adaptasi berbasis partisipasi seluruh pihak, baik dari unsur pemerintah maupun lembaga non-pemerintah.
Pendanaan proyek ini berasal dari Green Climate Fund (GCF) dengan GIZ sebagai entitas yang terakreditasi. Pelaksana proyek mencakup Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, GIZ, dan Solidaridad sebagai eksekutor utama.
Kegiatan pendahuluan yang digelar bertujuan untuk menjaring masukan dari berbagai pihak terkait kearifan lokal, praktik pengelolaan sumber daya alam yang ada, serta potensi integrasinya dalam strategi adaptasi dan mitigasi berbasis yurisdiksi. Proses ini juga dimaksudkan untuk memperkuat kerja sama antar aktor yang terlibat.
Forum ini dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, tokoh adat, komunitas lokal, serta institusi daerah seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bappeda, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kalimantan Barat. Selain itu, hadir pula organisasi masyarakat sipil seperti AMAN PD Kalbar, Badan Registrasi Wilayah Adat, Majelis Adat dan Budaya Melayu, serta Dewan Adat Dayak Kalimantan Barat.
Perwakilan dari Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial menyampaikan bahwa inisiatif inklusif ini dapat mempercepat pencapaian target perhutanan sosial yang fokus pada tiga aspek utama: perluasan akses legal, penguatan pendampingan, dan pengembangan usaha berbasis masyarakat di Kalimantan Barat.
Ditekankan pula bahwa pelibatan masyarakat adat sangat vital karena mereka memiliki pengetahuan tradisional yang telah terbukti efektif dalam menjaga kelestarian hutan.
Proyek adaptasi dan mitigasi berbasis lanskap ini diharapkan mampu memberikan kontribusi karbon secara signifikan, yang nantinya akan membantu pencapaian target Enhanced Nationally Determined Contributions (ENDC) Indonesia.
Deputi bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon menambahkan bahwa proyek ini merupakan bagian dari implementasi REDD+ di level subnasional.
Inisiatif ini mengintegrasikan tiga aspek penting: pelestarian lingkungan, keberlanjutan ekonomi, serta perlindungan nilai-nilai sosial masyarakat lokal.
Kalimantan Barat dinilai telah memiliki dasar yang kuat dalam pelaksanaan REDD+, antara lain struktur kelembagaan yang memadai dan dokumen strategi pembangunan hijau (green growth plan).
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup menekankan pentingnya dukungan pendanaan dari GCF untuk mengisi celah pendanaan APBN yang belum mencukupi kebutuhan pengendalian perubahan iklim.
Dana yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup ini diharapkan mampu menjadi pengungkit bagi aksi mitigasi dan adaptasi iklim yang lebih luas, inklusif, dan berkelanjutan.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah Kalimantan Barat menyampaikan pentingnya pengawasan pemanfaatan dana dari GCF agar tujuan utama, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, benar-benar tercapai.
Ia juga mengingatkan bahwa pengembangan ekonomi masyarakat harus berjalan seiring dengan pelestarian dan pengelolaan hutan, agar manfaat ekonomi dapat diperoleh secara terus-menerus tanpa merusak sumber daya alam.