REA dan Koltiva Dukung 600 Petani Sawit di Kalimantan Timur Hadapi Regulasi Eropa: Menuju Pertanian Berkelanjutan dan Sertifikasi RSPO
Lebih dari 600 petani kelapa sawit di Kalimantan Timur kini selangkah lebih maju dalam menerapkan praktik pertanian berkelanjutan. Berkat inisiatif PT REA Kaltim Plantations (REA) yang bekerja sama dengan perusahaan teknologi pertanian Koltiva, para petani lokal dibina untuk mematuhi regulasi European Union Deforestation Regulation (EUDR) sekaligus memenuhi standar sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Inisiatif ini menjadi langkah konkret dalam menjawab tantangan global industri sawit, terutama terkait isu deforestasi, transparansi rantai pasok, dan tuntutan pasar internasional yang kian ketat.
🌍 Menjawab Tantangan Global: EUDR dan RSPO
Peraturan EUDR yang diberlakukan oleh Uni Eropa pada tahun 2023 mengharuskan seluruh produk pertanian seperti kelapa sawit, kedelai, kopi, kakao, dan kayu yang masuk ke pasar Eropa harus bebas dari deforestasi, dapat ditelusuri secara rinci, dan diproduksi dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Sementara itu, RSPO adalah sertifikasi internasional untuk produk sawit berkelanjutan yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Memenuhi kedua standar ini bukan hal mudah, apalagi bagi petani kecil yang sebelumnya tidak memiliki akses pada teknologi atau pengetahuan prosedural yang memadai.
“Petani kita sangat tergantung pada pasar. Bila mereka tak mampu memenuhi persyaratan baru seperti EUDR, mereka bisa terpinggirkan dari rantai pasok global. Kami ingin mencegah itu terjadi,” ujar Darmawan, Sustainability Manager REA.
🤝 Peran Koltiva: Teknologi untuk Ketelusuran dan Validasi
Untuk mengatasi tantangan tersebut, REA menggandeng Koltiva, sebuah perusahaan agritech Indonesia yang mengembangkan sistem pelacakan dan pemantauan rantai pasok berbasis digital. Koltiva membantu mengumpulkan data lokasi kebun, status kepemilikan lahan, dokumentasi legalitas, serta jejak transaksi hasil panen petani secara real-time.
Setiap petani dilengkapi dengan profil digital yang mencatat seluruh aktivitas produksi mereka, mulai dari pemupukan, panen, hingga titik penjualan. Dengan sistem ini, petani yang tergabung bisa menyajikan bukti lengkap bahwa kebun mereka tidak berasal dari lahan hasil deforestasi setelah tahun 2020—persyaratan utama EUDR.
“Dengan platform kami, REA dapat membuktikan asal-usul setiap ton sawit yang mereka beli dari petani. Ini sangat penting untuk transparansi rantai pasok dan kepatuhan pada EUDR,” kata Agnesia Sari, Project Lead Koltiva.
🌱 Pemberdayaan Petani Lokal Lewat Pelatihan dan Pendampingan
Lebih dari sekadar penggunaan teknologi, proyek ini juga melibatkan pelatihan intensif bagi para petani. Mereka diberikan pemahaman tentang:
- Prinsip-prinsip keberlanjutan
- Manajemen kebun yang ramah lingkungan
- Penggunaan pupuk yang tepat
- Pemisahan limbah organik dan non-organik
- Pentingnya dokumentasi legal
REA, bersama tim lapangan Koltiva, melakukan kunjungan rutin ke desa-desa mitra untuk memastikan para petani tidak hanya mengisi data, tetapi benar-benar memahami makna di balik regulasi dan sertifikasi yang mereka kejar.
Salah satu petani yang telah ikut program ini, Pak Musa dari Kecamatan Muara Wahau, mengaku awalnya bingung dengan semua istilah dan sistem digital. “Dulu saya tidak tahu soal RSPO atau EUDR. Tapi sekarang, saya paham kenapa itu penting. Kalau tidak ikut, nanti sawit saya tidak laku,” ujarnya sambil tersenyum.
📈 Manfaat Jangka Panjang bagi Petani
Dengan mengikuti program ini, petani tidak hanya mendapat akses ke pasar yang lebih luas dan premium, tetapi juga mampu meningkatkan produktivitas kebun melalui praktik-praktik yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Lebih penting lagi, mereka kini memiliki identitas resmi dalam rantai pasok industri sawit global.
REA berharap bahwa model kolaboratif ini bisa direplikasi oleh perusahaan lain dan menjadi contoh sukses integrasi petani kecil ke dalam sistem pasar berkelanjutan.
🛡️ Menuju Industri Sawit yang Bertanggung Jawab
Inisiatif ini hadir di tengah sorotan terhadap industri sawit Indonesia, yang sering dikaitkan dengan isu deforestasi dan pelanggaran hak pekerja. Dengan adanya keterlibatan perusahaan seperti REA dan platform teknologi seperti Koltiva, masa depan industri sawit Indonesia bisa bergerak menuju arah yang lebih hijau, transparan, dan inklusif.
“Jika petani kecil bisa memenuhi EUDR dan RSPO, tidak ada alasan lagi bagi dunia untuk memandang negatif pada sawit Indonesia,” tutup Darmawan dengan optimis.