“Sam-Sam”: Suara Sunyi dari Hutan Kalimantan yang Kian Terlupakan
Di tengah rimbunnya hutan Kalimantan yang mulai terfragmentasi oleh laju pembangunan, ada satu suara yang perlahan-lahan menghilang. Bukan gemuruh alat berat, bukan pula riuh suara manusia, melainkan suara lirih penuh keindahan yang berasal dari seekor burung khas: Sam-Sam, sebutan lokal untuk burung Enggang atau Rangkong.
“Sam-Sam” bukan sekadar nama. Ia adalah simbol hutan, penjaga ekosistem, dan bagian penting dari budaya masyarakat adat Kalimantan. Namun kini, suara khasnya makin jarang terdengar—pertanda bahwa alam sedang kehilangan penjaganya.
Sam-Sam, Burung Bertanduk yang Sarat Makna
Burung Enggang (dalam bahasa lokal disebut Sam-Sam) merupakan satwa endemik Kalimantan yang dikenal karena bentuk paruh dan ‘helm’ di atas kepalanya. Ia bukan hanya cantik dan unik, tapi juga memainkan peran vital dalam menjaga keseimbangan hutan tropis.
Burung ini dikenal sebagai penyebar biji alami. Setiap kali Sam-Sam menyantap buah-buahan hutan, ia menyebarkan biji ke berbagai penjuru melalui kotorannya, membantu pohon-pohon baru tumbuh dan menjaga keragaman hayati.
Lebih dari itu, masyarakat Dayak dan suku-suku lainnya di pedalaman Kalimantan menganggap Sam-Sam sebagai burung suci. Bulunya digunakan dalam upacara adat, dan keberadaannya dianggap membawa keberuntungan dan penyeimbang alam.
Suara yang Mulai Hilang
Namun, kini nyanyian sunyi Sam-Sam terdengar makin jarang. Laju deforestasi yang agresif, alih fungsi lahan untuk perkebunan dan tambang, serta perburuan liar membuat populasi burung ini terancam.
Dalam 20 tahun terakhir, lebih dari separuh habitat aslinya di Kalimantan hilang. Sam-Sam kini masuk dalam kategori rentan punah (Vulnerable) menurut IUCN Red List. Ironisnya, burung ini sering diburu bukan untuk kebutuhan adat, melainkan dijual ilegal karena bentuknya yang dianggap eksotis.
“Dulu, pagi-pagi suara Sam-Sam jadi alarm alami kami. Sekarang, setahun pun belum tentu terdengar sekali,” ujar seorang warga adat di wilayah Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Suara Alam yang Perlu Kita Jaga
Kehilangan Sam-Sam bukan hanya soal satwa yang punah. Ini adalah peringatan bahwa ekosistem Kalimantan sedang berada di ambang krisis. Ketika satu spesies hilang, rantai makanan terganggu, dan manusia pada akhirnya akan terkena dampaknya—banjir, kekeringan, hilangnya sumber obat dan pangan alami, serta rusaknya nilai-nilai budaya.
Hutan Kalimantan adalah salah satu paru-paru dunia, dan Sam-Sam adalah napas kecil yang menjaganya tetap hidup.
Upaya Pelestarian yang Perlu Didukung
Beberapa LSM dan komunitas adat sudah mulai bergerak menyelamatkan Sam-Sam. Mereka membangun kawasan konservasi berbasis masyarakat, melakukan edukasi ke anak-anak muda desa, hingga melibatkan teknologi seperti GPS untuk memantau populasi burung ini.
Namun upaya ini butuh dukungan semua pihak. Pemerintah harus memperkuat perlindungan terhadap hutan-hutan tersisa, menghentikan izin pembukaan lahan di kawasan kritis, dan memberi ruang lebih besar untuk masyarakat adat menjaga warisan alamnya.
Kita pun bisa ikut terlibat, dengan tidak membeli satwa liar, mendukung ekowisata yang bertanggung jawab, dan menyebarkan kesadaran tentang pentingnya keberadaan burung-burung hutan seperti Sam-Sam.
Penutup: Suara Itu Masih Bisa Diselamatkan
Sam-Sam mungkin tak sepopuler burung elang atau orangutan. Tapi ia adalah nyawa dari hutan Kalimantan. Suara sunyinya kini menjadi simbol peringatan—bahwa jika kita tidak segera bertindak, hutan akan benar-benar sunyi, tanpa nyanyian, tanpa kehidupan.
Masih ada waktu untuk menyelamatkan mereka. Karena menyelamatkan Sam-Sam berarti menyelamatkan hutan, budaya, dan masa depan Kalimantan itu sendiri.